A.
Pengertian Fi’il Madli
اَلْفِعْلُ الْمَضِى هُوَ مَا دَلَّ عَلَى مَعْنَى فِى نَفْسِهِ مَقْرُنٍ بِالزَّمَانِ الْمَاضِي
Artinya: “Fi’il Madli ialah kalimat yang
menunjukkan makna yang bersamaan dengan masa yang telah lampau .”
Menurut sebagian ulama’
mendefinisikan fi’il madli sebagi berikut:
اَلْفِعْلُ الْمَضِى هُوَ مَا دَلَّ بِالوَضْعِ عَلَى حُصُولِ الشَّيْء قَبْلَ اْلإِخْبَارِ
Artinya: “Fi’il Madli ialah
kalimat yang menunjukkan atas hasilnya suatu pekerjaan sebelum dikhabarkan
secara wadlo’.”
Seperti contoh: كَتَبَ زَيْدٌ(zaid
sudah menulis). Sebelum lafadz ini diungkapkan, pekerjaan menulis sudah
berhasil/selesai.
Pengertian wadho’ disini ialah:
اَلْوَضْعُ هُوَ تَعْيِيْنُ الشَّيْئِ لَفْظًا اَوْ غَيْرَهُ لِدِلاَلَةِ شَيْئٍ اَخَرَ بِحَيْثُ يَدُلُّ عِنْدَ اْلإِطْلاَقِ عَلَيْهِ
Artinya: “wadho’ adalah
menentukan, baik itu berupa lafadz atau yang lain untuk menunjukkan sesuatau
yang lain, sekira lafadz atau yang lain itu ketika diucapkan langsung
menunjukkan sesuatu yang lain tersebut.”
Atau sebagian ulama’ dalam
kitab al Qowa’id as shorfiyah memberi definisi wadlo’ yaitu menjadikan suatu
lafadz untuk menunjukkan makna.
1.
Hukum Fi’il Madli
Adapun hukum fi’il madli
adalah mabni, dengan perincian sebagai berikut:
-
Mabni fathah. Secara mutlak, baik fi’il tsulasi, ruba’i mujarrod atau mazid,
baik fi’il lazim atau muta’adi, baik binak shohih atau yang lain jika tidak
bertemu dengan dlomir mutaharik rofi’. Contoh: ضَرَبَ، تَكَثَّرَ، اِسْتَغْفَرَ
semua lafadz tersebut adalah fi’il madli dengan huruf akhir mabni (dibaca)
fathah karena tidak bertemu dengan wawu jama’ atau dlomir mutaharik rofi’.
Fathah terpilih sebagai mabni fi’il madli karena fathah adalah saudara sukun,
karena fathah itu jus/bagian alif, sedangkan alif audara sukun (sama-sama
mati).
-
Mabni dlommah. Hal ini jika bertemu dengan wawu jama’, contoh: نَصَرُوْا dalam lafadz tersebut mabni dlommah,
karena dlommah satu jenis denga wawu, maka pantaslah jika satu jenis
dukumpulkan dengan tunggal jenisnya.
-
Mabni sukun. Jika fi’il madli bertemu dengan domir mutaharik rofi’ (dlomir yang
mahal fofa’ yang hidup seperti dlomir ta’ mutakalim, ta’ mukhottob atau
lainnya), contoh: نَصَرْتُ lafadz ini adalah
fi’il madli yang huruf akhirnya disukun sebab bertemu dlomir ta’ mutakalim.
Adapun fi’il madli yang mabni sukun ketika bertemu dengan dlomir mutaharik
rofi’, karena untuk menghindari empat huruf hidup berjajar yang dianggap berat.
2.
Pembagian Fi’il Madli ditinjau dari segi makna
Fi’il madli jika dilihat
dari segi maknanya maka dibagi menjadi 2, yaitu:
-
Fi’il madli mabni ma’lum.
-
Fi’il madli mabni majhul/maf’ul.
Hal ini karna fi’il madli
itu menunjukkan arti hadas (pekerjaan) yang membutuhkan pada musnad ilaih
(lafadz yang disandari hukum) sedangkan dalam pennyandaran fi’il madzi
terkadang disandarkan pada fa’il dan juga terkadang pada maf’ul.
3.
Pengertian Fi’il Madli Mabni Ma’lum
Para ulama’ memberi
pengertian pada fi’il yag mabni ma’lum/fa’il dengan 2 pengertian, yakni:
-
مَاكَانَ اَوَّلُهُ مَفْتُوْحًا, yaitu: setiap fi’il madli yang huruf
pertamanya dibaca fathah, contoh: نَصَرَ
(menolong) pada lafadz ini huruf pertamanya yaitu nun berharokat fathah.
-
مَاكَانَ اَوَّلُهُ مُتَحَرِّكٍ مِنْهُ مَفْتُوْحًا,
yaitu: setiap fi’il madli yang huruf pertamanya huruf yang berharokat
(sekalipun bukan huruf awal) berupa harokat fathah, contoh: اِجْتَمَعَ pada lafadz ini huruf pertama yang
berharokat yaitu ta’ berharokat fathah, di sini dianggap sebagai huruf pertama
yang berharokat fathah karena fa’ fi’ilnya yang berupa jim disukun, sedangkan
harokat yang berada pada hamzah washol yang berupa kasroh tidak dianggap,
karena harokat hamzah wasol ketika di tengah kalimat digugurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar