.
Pengertian Fi’il Madli Mabni Majhul
الْفِعْلُ الْمَجْهُوْلِ مَالَمْ يُذْكَرُ فَاعِلُهُ فِى الْكَلاَمِ بَلْ كَانَ مَحْذُوفًا لِغَرْضِ مِنْ اْلاَغْرَاضِ وَيَنُوْبُ عَنْ الْفَاعِلِ بَعْدَ حَذْفِهِ الْمَفْعُوْلِ بِهِ
Artinya: “Fi’il mabni majhul ialah kalimat yang
tidak disebutkan fa’ilnya dalam kalam, tetapi fa’il tersebut dibuang karena ada
tujuan tertentu dan setelah fa’il dibuang, maf’ul bih menggantikan kedudukan
fa’il (dalam menyandarkan fi’il pada maf’ul).”
Contoh: سُرِقَ الْمَالُ
asalnya سَرَقَ زَيْدٌ الْمَالَ fa’il yang berupa
lafadz زَيْدٌ dibuang karena ada
tujuan tertentu, kemudian maf’ul yang berupa lafadz الْمَالَ
menggantikan kedudukan fa’il dan diberi hukumnya fa’il termasuk dibaca rofa’,
kemudian fi’il dirubah bentuk (mabni maf’ul) untuk membedakan antara fa’il yang
asli dan fa’il pengganti (naibul fa’il).
2.
Cara Membuat Fi’il Madli Mabni Majhul
Sesuai dengan ketentuan di
atas, yakni setelah membuang fa’il serta maf’ul menggantikan tempat fa’il, maka
terjadi keserupaan apakah fa’il itu yang asli atau pengganti fa’il (naibul
fa’il), maka dari itu untuk
membedakannya fi’il tersebut dirubah bentuknya yang kemudian disebut fi’il
mabni majhul, adapun cara membuatnya yaitu:
Untuk fi’il madli yang akan
dibuat menjadi mabni majhul secara garis besar dengan ketentuan qoidah:
ضُمَّ اَوَّلُهُ وَكُسِرَ مَ قَبْلَ اْلاَخِيْرِ
Artinya: “Huruf pertama dibaca dlomah dan huruf
sebelum akhir dibaca kasroh”
Dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.
Fi’il tsulatsi dan ruba’i. Fi’il tsulatsi dan ruba’i ini jika akan dibuat
menjadi mabni majhul, maka caranya adalah dengan membaca dlommah huruf pertama
dan membaca kasroh huruf sebelum akhir, contoh: نُصِرَ
- نَصَرَ - فَعَلَ (ditolong), دُخْرِجَ
- دَخْرَجَ - فَعْلَلَ
(digulingkan), اُكْرِمَ - اَكْرَمَ - اَفْعَلَ (dimuliakan). Kecuali
jika berupa fi’il tsulatsi mujarrod dari fi’il binak mu’tal ‘ain baik yang
berupa wawu atau ya’, maka ketika akan dibuat menjadi mabni majhul maka
fi’ilnya boleh dibaca tiga wajah, yaitu:
-
Murni dibaca kasroh, ini merupakan lughot yang paling fasyih karena tidak ada
unsur berat sama sekali, contoh: ‘ain fi’il berupa wawu seperti lafadz yang قِيْلَ asalnya قُوِلَ
harokat wawu berupa kasroh dipindah pada huruf sebelumnya, maka menjadi قِوْلَ kemudian wawu diganti ya’ karena wawu tadi
mati dan huruf sebelumnya kasroh, maka menjadi قِيْلَ.
‘ain fi’il berupa ya’ seperti lafadz yang بِيْعَ
asalnya بُيِعَ harokat ya’ berupa
kasroh dipindah pada huruf sebelumnya, maka menjadi بِيْعَ
-
Murni dibaca dlommah, ini merupaka lughot yang lemah. Menurut bahasa bani
dubair dan bani fuq’as yang merupakan paling fasyihnya bani ‘asad, dan termasuk
lughot yang paling lemah karena beratnya dlomah berkumpul dengan wawu, contoh: قُوْلَ dan
بُوْعَ
-
Dibaca isymam, yaitu mengucapkan fa’ fi’il dengan harokat antara dlomah dan
kasroh, ini merupakan lughot yang fasyih karena masih terhitung ringan akan
tetapi bukan yang afshoh (paling fasyih) dikarenakan masih ada isymam.
Sedangkan pengucapan harokat antara dlomah dan kasroh tidak bisa tampak dalam
tulisan, tetapi bisa wujud dalam ucapan. Menurut imam alawi caranya adalah
mengucapkan juz dari harokat kasroh yang banyak dan suaranya murni suara ya’, contoh:
قِيْلَ dan
بِيْعَ
b.
Fi’il madli yang diawali dengan ta’ tambahan, jika akan dibuat menjadi mabni
majhul, maka huruf pertama dan keduan dibaca dlomah, dan huruf sebelum akhir
dibaca kasroh, contoh: تُكُسِّرَ - تَكَسَّرَ - تَفَعَلَ,
تُبُوْعِدَ - تَبَاعَدَ
- تَفَاعَلَ.
c.
Fi’il yang dimulai hamzah washol, jika
akan dibuat menjadi mabni majhul, maka huruf yang pertama dan yang ketiga
dibaca dlomah serta huruf sebelum akhir dibaca kasroh, contoh: اُمْتُحِنَ - اِمْتَحَنَ
- اِفْتَعَلَ, اُنْكُسِرَ
- اِنْكَسَرَ - اِنْفَعَلَ,
اُسْتُحْلِى - اِسْتَحْلَى
- اِسْتَفْعَلَ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar